Konflik keluarga yang berujung pada tindakan pembunuhan adalah aib tersendiri dalam keluarga. Sadarilah bahwa setiap konflik dalam keluarga tidak akan berakhir dengan adanya pihak yang menang dan yang kalah, melainkan selalu membuat semua pihak yang berkonflik tersakiti dan mengalami kesedihan yang mendalam. Konflik ayah-anak yang terjadi antara Raja Daud dan Absalom dalam bacaan Alkitab hari ini makin memuncak. Tekad Absalom untuk membunuh ayahnya semakin bulat, Pasukan mereka sudah saling berhadapan dan pertempuran di wilayah hutan Efraim sudah tak terelakkan lagi.
Daud yang sadar bahwa jumlah pasukannya tidak sebanyak pasukan Absalom memakai strategi membagi pasukan menjadi tiga bagian yang masing-masing dipimpin oleh Yoab, Abisai, dan Itai. Kemungkinan besar, jumlah pasukan yang jauh lebih sedikit membuat Daud memilih untuk bertempur di area hutan yang dipenuhi pohon tarbantin. Akhirnya, terbukti bahwa strategi Daud itu sanggup membuat pasukan Israel yang mendukung Absalom terpukul mundur. Pohon-pohon tarbantin di hutan Efraim menjadi saksi bisu bagi tertumpahnya darah sekitar dua puluh ribu orang Israel dari kedua belah pihak (18:7). Nahas bagi Absalom! Saat ia menunggang bagal--yaitu peranakan kuda dan keledai--rambutnya tersangkut di pohon tarbantin, sedangkan bagal berjalan terus, sehingga tubuh Absalom tergantung di pohon itu. Saat mendapat kabar tentang kondisi Absalom, Yoab tidak mau membuang waktu. Ia mengabaikan pesan Raja Daud yang memintanya agar melindungi Absalom. Bagi Yoab, kematian Absalom adalah solusi untuk mengakhiri perang saudara. Ia menikam dada Absalom dengan lembing, dan kesepuluh bujangnya memukuli Absalom hingga tewas.
Kabar kematian Absalom--yang seharusnya merupakan kabar kemenangan--tidak dianggap sebagai kabar baik oleh Raja Daud, melainkan kabar dukacita. Kisah tragis berupa konflik dalam keluarga Raja Daud ini mengingatkan kita untuk tidak meremehkan konflik yang terjadi dalam keluarga. Sekecil apa pun konflik itu, usahakanlah untuk menyelesaikannya dengan baik berdasarkan kasih. Jangan biarkan benih kebencian yang bisa menghancurkan relasi muncul di antara anggota keluarga, melainkan bangunlah relasi dalam keluarga berdasarkan kasih Kristus.