Hasutan adalah alat pemecah belah yang sangat efektif. Dengan kelicikan dalam berkata-kata, sang penghasut memutarbalikkan fakta, sehingga kebohongan menjadi seperti kebenaran. Percekcokan yang terjadi di Gilgal antara orang-orang suku Yehuda dengan suku-suku Israel lainnya dipakai oleh Seba bin Bikri untuk menghasut rakyat suku-suku Israel di luar Yehuda. Dengan alasan bahwa Raja Daud lebih memihak kepada suku Yehuda, sedangkan suku-suku-suku Israel yang telah berjasa malah tidak mendapat bagian apa pun, orang-orang Israel yang masih dalam kondisi emosi dengan mudah terhasut. Inilah yang oleh Raja Daud dianggap sebagai ancaman yang akan merongrong kesatuan Israel. Belum lagi masalah Seba diatasi, Amasa yang telah dipilih oleh Raja Daud sebagai panglima perang ternyata tidak sepenuh hati melayani raja dengan menunda-nunda mengatasi pemberontakan. Baik Seba maupun Amasa menjadi penghambat bagi pemulihan dan kesatuan kerajaan Israel.
Melihat sikap Amasa yang tidak loyal, sedangkan ancaman Seba makin nyata dan berpotensi menjadi pemberontakan yang lebih hebat dari pemberontakan Absalom, Raja Daud memerintahkan Abisai untuk menangkap Seba, diikuti oleh Yoab dan seluruh perwira-perwira utama. Amasa yang merasa bahwa ketidakloyalannya diketahui oleh Raja Daud, mengambil inisiatif untuk berangkat mengejar Seba dan tiba di Gibeon lebih dahulu. Sayangnya, Yoab yang marah terhadap Amasa langsung membunuhnya, karena Amasa dianggap sebagai musuh dalam selimut yang meski tidak kelihatan justru akan merongrong kerajaan dari dalam. Setelah membunuh Amasa, Yoab mengejar Seba hingga tembok kota Abel-Bet-Maakha. Melihat kondisi tembok kota bisa runtuh karena Yoab dan pasukan menggali tembok, seorang perempuan kota itu bernegosiasi dengan Yoab. Ia berjanji menyerahkan kepala Seba, asal tembok kota jangan diruntuhkan. Akhirnya, penduduk kota itu menyerahkan kepala Seba dan berakhirlah pengejaran.
Berhati-hatilah berkata-kata karena perkataan memiliki pengaruh yang kuat. Perkataan kita harus dapat dipertanggungjawabkan. Apakah selama ini, perkataan kita menjadi berkat atau justru menebarkan hasutan terhadap orang lain? Pergunakanlah perkataan untuk membangun sesama, bukan untuk menghancurkan!