Kualitas kepemimpinan itu amat ditentukan oleh kualitas karakter dan kemampuan memimpin. Masalahnya, ternyata begitu banyak pemimpin yang tidak mempunyai kualitas karakter yang baik serta kemampuan yang memadai. Bahkan, beberapa pemimpin tidak mempunyai keduanya. Lebih parah lagi, beberapa pakar kepemimpinan mendapati bahwa 1 dari 5 pemimpin adalah psikopat--artinya memiliki kelainan jiwa. Seorang penulis menyebutkan bahwa 56% karyawan dipimpin oleh pemimpin yang toxic atau beracun, yaitu pemimpin yang bertindak semaunya, sehingga suasana kerja menjadi tidak nyaman karena para bawahan sering merasa terancam. Toxic leadership atau kepemimpinan beracun bukan hanya masalah dalam kepemimpinan sekuler, tetapi juga dalam kepemimpinan rohani. Sejarah mencatat dengan tinta hitam keberadaan pemimpin rohani--baik dalam Alkitab maupun dalam sejarah gereja--yang menjerumuskan orang beriman ke dalam keterpurukan, keserakahan, perpecahan, bahkan ke dalam gelimang lumpur dosa.
Dalam bacaan Alkitab hari ini, Rasul Paulus mengingatkan Timotius tentang pentingnya pemimpin rohani--penilik jemaat dan diaken--yang saleh dan terhormat bagi kehidupan jemaat TUHAN. Seorang pemimpin rohani harus memiliki karakter tak bercacat, yang antara lain ditunjukkan melalui kesetiaan terhadap satu istri/suami dan perilaku sebagai ayah/ibu yang dihormati anak-anaknya. Orang yang tidak bisa menjadi pemimpin yang baik dalam keluarganya sendiri bukanlah calon pemimpin rohani yang tepat bagi Keluarga Allah.
Kualifikasi penting yang lain adalah bahwa seorang pemimpin rohani haruslah seorang petobat--yakni seorang yang telah dilahirkan kembali--bahkan seorang yang dewasa secara rohani. Seorang yang belum dilahirkan kembali tidak akan mampu memimpin dengan pimpinan Roh Kudus, melainkan akan memimpin secara duniawi. Orang yang belum dewasa secara rohani akan rentan diombang-ambingkan oleh tantangan kepemimpinan seperti kekayaan, kekuasaan, dan seks.
Bila Allah memercayakan posisi kepemimpinan, apakah Anda memenuhi persyaratan dari sisi karakter dan kerohanian? Dalam posisi Anda saat ini sebagai suami/istri, orang tua/anak, pegawai/pemimpin perusahaan, majelis gereja, atau posisi apa pun, apakah Anda telah melakukan tanggung jawab Anda sesuai dengan kehendak Allah?