Jika ada teman yang dekat dengan kita dan sering mengaku diri sebagai sahabat kita, tetapi sikapnya selama ini kita rasakan sekedar memanfaatkan dan memperalat diri kita, kita pasti sedih dan kecewa, bukan? Perikop kita hari ini melaporkan situasi semacam itu serta mencatat reaksi Kristus yang diperlakukan semacam itu.
Dalam teks hari ini, Rasul Yohanes mengisahkan tentang banyak orang yang amat tertarik mengikuti berita tentang Kristus (6:22-23). Semangat mereka luar biasa! Mereka berupaya memikirkan segala cara, dan akhirnya bersusah payah menaiki perahu untuk menemui Tuhan Yesus (6:22-24). Namun, ternyata semangat untuk mencari saja tidak cukup karena Tuhan Yesus menegur mereka (6:27). Mengapa? Dia menegur mereka karena semangat dan kerelaan mereka tidak disertai motivasi yang tepat. Mereka hanya mencari keuntungan, bukan mencari Pribadi Yesus Kristus.
Mereka mencari keuntungan bukan semata-mata karena membutuhkan makanan, tetapi karena pemahaman rohani mereka salah. Mereka menganggap pengalaman nenek moyang mereka mendapat manna di padang gurun saat dipimpin Musa sebagai pola yang saat itu wajib mereka terima juga dari Allah melalui Yesus Kristus, bukan sebagai anugerah yang melaluinya, Allah mengundang umat Israel untuk setia dalam relasi mereka dengan Allah (6:30-31). Itulah sebabnya, Tuhan Yesus mengajar mereka dengan mengalihkan fokus pencarian mereka dari mencari makanan kepada relasi dengan diri-Nya, Sang Roti Hidup yang diutus Allah untuk memberi hidup yang kekal (6:32-35).
Kita hidup di tengah zaman saat relasi sejati merupakan barang langka. Sesama manusia, bahkan Tuhan, bisa lebih dihargai karena nilai manfaatnya. Dengan semangat reformasi, marilah kita mengevaluasi motivasi kita dalam beribadah dan mengikut Tuhan selama ini: Apakah Anda semakin rindu membangun relasi dengan Yesus Kristus atau Anda hanya mencari berkat-Nya? Berdoalah agar relasi kita dengan Allah menjadi relasi yang semakin utuh! Marilah kita membangun sikap yang tidak semata-mata mengharapkan berkat, melainkan juga tekun mendekat kepada Sang Sumber Berkat lewat doa, setia mengasihi-Nya, dan memercayakan diri kepada-Nya, sehingga kita dimampukan untuk menjadi berkat bagi dunia dengan menularkan budaya pergaulan yang membangun relasi yang utuh, bukan relasi yang memanfaatkan, apalagi memperalat sesama.