Sekelompok pejabat yang mendukung Mesir tidak senang dengan pesan Nabi Yeremia. Bagi mereka, Nabi Yeremia menurunkan semangat para prajurit Yehuda. Setelah mendapat izin raja, mereka menangkap Nabi Yeremia dan melemparkannya ke dalam perigi yang berlumpur. Di sanalah Nabi Yeremia ditinggalkan (38:4-6). Syukurlah bahwa Ebed-Melekh—seorang pejabat kerajaan yang bersimpati pada Nabi Yeremia dan percaya kepada Allah (39:18)—melaporkan perbuatan jahat para pejabat itu kepada raja. Dengan bantuan tiga orang—atau tiga puluh orang (terjemahan Firman Allah yang Hidup)—Ebed-Melekh menyelamatkan Nabi Yeremia dari lubang berlumpur. Jelas bahwa tidak semua orang di Yehuda menentang Nabi Yeremia!
Tidak lama setelah peristiwa di atas, Raja Zedekia menyuruh orang membawa Nabi Yeremia ke salah satu pintu masuk rumah Tuhan. Raja memberitahu Nabi Yeremia bahwa dia akan mengajukan pertanyaan kepadanya dan menginginkan jawaban yang jujur. Kita tidak mengetahui apa yang ditanyakan Raja Zedekia kepada Nabi Yeremia. Kira-kira, mungkinkah Raja Zedekia ingin mengetahui apakah Tuhan akan berubah pikiran dengan tidak melaksanakan hukuman-Nya kepada bangsa Yehuda? Kita tidak tahu! Jika benar bahwa itulah yang ditanyakan, jawabannya adalah "tidak". Tuhan tidak akan berubah pikiran. Tuhan tetap akan menghukum bangsa Yehuda. Yang harus berubah adalah Raja Zedekia. Ia tidak boleh melawan Raja Nebukadnesar. Ia harus menyerah kepada Raja Nebukadnezar. Jika Raja Zedekia menyerah, tentara Babel tidak akan membakar kota Yerusalem dan seluruh anggota keluarganya akan selamat (bandingkan dengan 38:2). Bagi Raja Zedekia, perkataan Nabi Yeremia ini tidak masuk akal karena ia telah memberontak terhadap Raja Nebukadnezar. Biasanya, raja yang menang akan memutilasi dan membunuh raja pemberontak yang menyerah kepada mereka.
Tidak ada yang lebih menonjol di seluruh cerita ini selain kesetiaan Nabi Yeremia yang teguh terhadap pesan penghakiman yang harus ia sampaikan. Ia dipukuli, dipenjara, dibenci banyak orang karena kesetiaannya kepada Tuhan. Apakah Anda tetap bersedia menaati Allah bila ketaatan tersebut membuat diri Anda terancam? Apakah Anda lebih takut kepada Tuhan, atau Anda lebih takut kepada manusia?