Pergumulan peratap yang diungkapkan dalam bacaan Alkitab hari ini mewakili pergumulan seluruh umat Allah. Dalam ratapan tentang penghukuman Allah yang dahsyat itu, sang nabi mewakili umat Allah (3:1-18). Di tengah kengerian terhadap penghukuman Allah, muncul pengakuan terhadap kemurahan dan kasih setia TUHAN kepada Yerusalem (3:19-39). Nabi Yeremia memanggil seluruh umat Allah untuk melakukan pembaruan rohani (3:40-42). Pasal ini juga mengisahkan betapa sedihnya Nabi Yeremia. Kepeduliannya terhadap keadaan umat Allah dan kehancuran Yerusalem membuat ia sangat menderita (3:43-51). Dalam keadaan sengsara itu, Nabi Yeremia berdoa. Dia meratap kepada Allah untuk mendapatkan keselamatan dan pertolongan-Nya (3:52-66).
Pasal tiga ini seakan-akan menjadi ‘kunci’ yang membuka serta memperlihatkan betapa hancur dan terpuruknya kondisi Yerusalem. Jelas terlihat betapa nelangsanya Yeremia, sang nabi, baik secara personal, komunal, sosial, maupun spiritual. Namun, di tengah erangan dan rintihan seorang peratap, bacaan Alkitab hari ini dengan jelas menuliskan adanya kasih setia TUHAN yang tiada habisnya. Jelas terlihat bahwa ratapan sang nabi tidak membawa kepada keputusasaan, tetapi membuat dia melihat bahwa masih ada pengharapan dan kekuatan (3:21-26). Nabi Yeremia tidak menyangkali adanya kesulitan, dan dia juga tidak menampik adanya keadaan yang mengerikan, sebab sang nabi sangat jujur terhadap apa yang dilihatnya dan dialaminya. Justru, di tengah keadaan getir seperti itu, dia tetap memperhatikan Allahnya, mengalami penyertaan-Nya, dan jiwa-Nya makin berharap serta menantikan pertolongan-Nya. Kasih setia TUHAN Allah tetap ada dan nyata, meskipun di tengah derita.
Meratap itu mencelikkan mata hati kita bahwa kita sedang berusaha menatap Allah. Meratap membuka telinga kita untuk belajar mendengar suara-Nya. Meratap mengajak kita untuk jujur terhadap diri sendiri, sepahit apa pun penderitaan yang kita alami, karena melalui kesengsaraan itu, Allah menyatakan kasih setia-Nya. Ratapan tidak akan membawa kita kepada keputusasaan. Sebaliknya, ratapan membuat kita memperoleh kekuatan, dan selanjutnya membuat kita hidup dalam pengharapan yang sudah Dia sediakan. Apakah Anda bisa menikmati kasih setia Allah di tengah pandemi yang kita hadapi saat ini?