Kondisi pada perayaan reformasi gereja tahun ini masih mirip dengan kondisi tahun lalu. Gereja masih berhadapan dengan pandemi yang belum juga selesai, bahkan pandemi ini mungkin masih berlangsung lama. Gereja menghadapi situasi yang sulit, tetapi bukan berarti bahwa gereja tidak bisa berbuat apa-apa. Tuhan akan terus berkarya melalui gereja-Nya.
Agar bisa terus berkarya bagi Tuhan di tengah pandemi, gereja harus memikirkan ulang identitasnya. Perhatikan identitas gereja yang disebut oleh Stefanus di dalam khotbah apologetikanya, yaitu sebagai "sidang jemaah di padang gurun" (Kisah Para Rasul 7:38), sebuah identitas yang dapat dimaknai ulang untuk mereformasi hati, pemikiran, dan visi gereja masa kini. Identitas gereja sebagai sidang jemaah di padang gurun memaparkan setidaknya tiga hal yang harus menjadi perhatian utama gereja masa kini:
Pertama, gereja berada di situasi pelayanan yang berbahaya, seperti berada di padang gurun, yaitu situasi yang penuh tantangan, ancaman, dan ketidakpastian. Situasi ini seharusnya tidak membuat gereja diam. Kedua, yang harus menjadi perhatian gereja adalah perkataan Tuhan Yesus yang menyatakan bahwa gereja memang bukan dari dunia, tetapi diutus ke tengah dunia (Yohanes 17:15-19). Artinya, sebagai utusan Tuhan, gereja harus tetap bergerak aktif dan dinamis untuk mewujudkan visi Tuhan. Tuhan Yesus tidak hanya mengutus gereja-Nya, tetapi juga selalu hadir dan beserta bersama gereja-Nya. Ia sudah menjanjikan penyertaan-Nya saat memberikan Amanat Agung-Nya (Matius 28:18-20). Dengan keyakinan ini, maka gereja harus kembali bersandar pada kuasa firman Tuhan, melayani dengan hati Tuhan, dan berkarya bersama tangan Tuhan. Gereja harus terus melihat ke depan untuk menyiapkan diri melayani sesuai dengan visi yang Tuhan berikan di masa kini. Ini semua hanya bisa dilakukan jika gereja tidak lupa memahami hal ketiga, yaitu gereja melayani bersama dengan Tuhan yang ajaib! Ingatlah bagaimana Tuhan menciptakan seisi dunia dengan sungguh amat baik. Ia mengalahkan kegelapan dengan terang-Nya. Ia menciptakan keteraturan dari kekacauan. Hai gereja masa kini, dunia memang berbahaya. Pandemi memang mengancam kita. Namun, Tuhan tetap mengutus kita sebagai gereja-Nya di tengah dunia. Ia sendiri yang akan menuntun kita dengan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib. Tuhan akan memulai semua ini dengan lebih dulu mereformasi gereja-Nya. Sudah siapkah kita? [GI Misael Prawira]
Pandemi membuat manusia seperti tertarik kepada dua sisi kehidupan. Di satu sisi, ada orang-orang yang merasa lelah saat menghadapi pandemi. Mereka memilih untuk rebahan saja, menyerah terhadap pandemi. Di sisi lain, ada orang-orang yang gigih. Mereka menghalalkan segala cara untuk bisa bertahan dan mengalahkan pandemi. Mereka ingin dianggap sukses dan mampu membuat terobosan. Sangat mungkin, gereja pun berada pada dua sisi kehidupan tersebut. Di saat yang sama, Iblis?dalam rupa ajaran sesat dan gaya hidup duniawi?merangsek masuk untuk melemahkan iman kita! Bagaimana seharusnya sikap gereja? Nasihat Rasul Paulus perlu kita perhatikan.
Rasul Paulus menggambarkan ajaran sesat sebagai omongan yang kosong dan tak suci, yang menyebar seperti kanker. Ajaran ini membuat manusia mencintai dirinya sendiri dan menampilkan gaya hidup yang duniawi (2 Timotius 2:16-17; 3:2-5). Ajaran sesat dan gaya hidup yang duniawi adalah dua senjata Iblis yang membuat gereja mengarahkan hati kepada dongeng-dongeng dunia dan kisah-kisah kesuksesan manusia yang membanggakan diri sendiri dan bukan menyenangkan hati Tuhan. Jika melihat kedua ancaman di atas, apakah gereja boleh terus pasif? Apakah gereja masih sibuk memopulerkan diri, sedangkan domba-domba yang Tuhan percayakan makin lesu dan disesatkan?
Kesamaan konteks di atas dengan kondisi masa kini menunjukkan bahwa nasihat Rasul Paulus terhadap Timotius sangat relevan bagi gereja pada masa pandemi ini. Gereja harus mengikuti nasihat firman Tuhan karena Tuhan memiliki otoritas atas hidup manusia. Nasihat Tuhan menjungkirbalikkan dongeng-dongeng ajaran sesat dan cara hidup yang duniawi. Nasihat itu juga menuntun gereja untuk kembali kepada prinsip sola Scriptura, yaitu gereja harus dididik berdasarkan kebenaran Alkitab. Gereja harus jujur mengakui dosa-dosanya di hadapan Tuhan serta rela diperbaiki oleh kuasa firman Tuhan, sehingga sola Scriptura mewujudkan otoritas Allah dalam kehidupan umat-Nya. Kembalilah kepada prinsip-prinsip Alkitab! Bersyukurlah karena Allah tidak pernah berhenti memperlihatkan kuasanya dalam kehidupan umat-Nya! Apakah Anda bersedia membuka diri untuk dikoreksi oleh kebenaran firman Allah? Apakah Anda sudah memakai firman Allah sebagai perlengkapan senjata terang untuk melawan dongeng-dongeng ajaran sesat dan cara hidup yang duniawi? [GI Misael Prawira]