Perseteruan Dua Saudara

Membuang Kebanggaan Palsu

1 November 2014
Kitab Obaja: Perseteruan Dua Saudara

Edom atau Esau adalah saudara kandung—bahkan saudara kembar—dari Israel atau Yakub (Kejadian 25:24). Namun, sejarah perjalanan kehidupan keduanya—sejak dalam kandungan, lahir dan dibesarkan—dihiasi dengan perseteruan demi perseteruan. Konflik tersebut meningkat sampai pada taraf yang berat, yaitu ketika Esau berniat membunuh Yakub. Untungnya, kisah tersebut disejukkan dengan perdamaian di antara mereka (Kejadian 33).

Meski demikian, kisah perseteruan Esau-Yakub ini tidak berakhir di akhir hidup mereka. Melalui keturunan mereka, konflik ini berkembang menjadi perseteruan antara (bangsa) Edom-Israel. Ketika bangsa Israel ingin melewati wilayah Edom, mereka menolaknya (Bilangan 20:14-21). Penolakan ini mendapat balasnya di tangan Daud, raja Israel (2 Samuel 8:13-14). Namun, keadaan berbalik ketika Edom berhasil memberontak pada masa pemerintahan Yoram, raja Yehuda (2 Raja-raja 8:20-22).

Kitab Obaja melanjutkan kisah perseteruan ini. Saat Israel diserang oleh bangsa-bangsa lain, Edom tidak menolong, bahkan Edom ikut mengambil bagian dalam melakukan kekerasan terhadap Israel (Obaja 1:10-11). Menurut sumber lain di luar Alkitab (1 Esdras 4:50), Edom juga sempat menguasai sebagian daerah Israel. Di mata Allah, sikap Edom dalam konflik ini tidak dapat dibenarkan. Penentangan Edom terhadap kemajuan bangsa Israel merupakan wujud pemberontakannya terhadap ketetapan Allah. Edom berusaha menguasai Israel dan bermegah atasnya (Yehezkiel 35:10). Keberadaan mereka di daerah pegunungan (dataran tinggi, bandingkan dengan Obaja 1:3) Seir membuat mereka menganggap diri mereka sebagai bangsa unggulan yang tidak dapat dikalahkan. Edom lupa bahwa ada Allah yang sanggup merendahkan mereka, kapan pun Allah ingin melakukannya (Obaja 1:4).

Melalui kitab Obaja, Allah mengingatkan dan memperingatkan orang-orang berdosa yang berseteru agar bertobat. Perseteruan tidak membuat manusia menjadi mulia dan dapat bermegah—kalah maupun menang. Bagi Israel, status “umat pilihan Allah” tidak berarti apa-apa bila mereka tidak merendahkan diri di hadapan Allah. Allah hanya bersedia menerima mereka yang bersikap rendah hati dan tunduk di hadapan Allah setelah melalui proses pemurnian lewat pembuangan. Bagi Edom, mengumbar kemenangan semu atas keterpurukan keadaan Israel juga sia-sia. Apa yang menimpa Israel, bahkan lebih dari itu, akan tertimpa juga kepada mereka (1:15-16). Pada tahun 100 M, sejarah bangsa Edom pun telah berakhir. [FB]


Sabtu, 1 November 2014


Bacaan Alkitab hari ini: Obaja 1

Membangun kebanggaan diri dapat dilakukan dengan tiga cara: melekat pada Tuhan, meningkatkan kualitas diri, dan merendahkan orang lain. Melekat pada Tuhan membuat kita bangga akan keberhargaan diri yang Tuhan berikan; meningkatkan kualitas diri mampu mendatangkan pujian dari sesama; sementara merendahkan orang lain hanya membuat diri kita seakan-akan lebih tinggi dari orang lain. Cara terakhir ini sangat buruk, tetapi sayangnya cara ini justru dipilih oleh banyak orang, termasuk oleh bangsa Edom dalam kitab Obaja yang kita baca.

Edom membanggakan beberapa hal, antara lain orang-orang bijaksana (1:8) dan para pahlawannya (1:9). Mereka merasa telah menjadi bangsa yang kuat dan tidak dapat dikalahkan, karena mereka tinggal di dataran tinggi atau daerah pegunungan (1:3-4). Sayangnya, Edom bermegah atas Yehuda (sisa bangsa Israel yang masih berada di tanah milik pusaka mereka) saat Yehuda sedang mengalami kehancuran, bukan ketika Yehuda masih kondusif (1:12-13).

Oleh sebab itu, kebanggaan demikian adalah kebanggaan yang bukan hanya semu, tetapi juga tidak dapat ditolerir oleh Tuhan. Obaja 1:1-2 dan 1:15-16 mengungkapkan niat Tuhan untuk memutarbalikkan keadaan. Edom akan diserang, dihancurkan, direndahkan, dan dihinakan. Sebaliknya, Israel yang hancur justru siap untuk kembali dibangun. Pada saatnya, Tuhan akan mengangkat dan memulihkan Yehuda. Tuhan ingin agar kebanggaan dibangun atas anugerah-Nya, bukan atas kekuatan diri.

Bagaimana dengan kita? Bagaimana cara kita membangun kebanggaan diri? Apakah kita senang dan menikmati keadaan ketika kita terlihat lebih dalam berbagai hal bila dibandingkan dengan orang lain? Tuhan tidak menginginkan sikap tersebut. Tuhan ingin agar kita merendahkan diri di hadapan-Nya dan membiarkan-Nya mengangkat kita. Marilah kita melatih sikap tersebut dengan bersyukur dan menghargai setiap kelebihan yang Tuhan berikan, baik pada diri kita maupun orang lain. [FB]

Obaja 1:3a
“Keangkuhan hatimu telah memperdayakan engkau, ...”
Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh.
Yakobus 5: 16


www.gky.or.id | Gereja Kristus Yesus Copyright 2019. All rights Reserved. Design & Development by AQUA GENESIS Web Development & Design