Allah Yang Tidak Tertandingi
Nama Mikha (mîkâ) adalah singkatan dari Mikayahu (“siapa yang seperti Yahweh”). Nama ini melambangkan Yahweh yang tidak tertandingi. Mikha memberitakan firman Allah kepada Israel dan Yehuda pada 733-701 BC. Pelayanan kenabiannya terjadi pada masa pemerintahan tiga raja Yehuda (1:1), yaitu Yotam (751-736 BC), Ahas (736-716 BC), dan Hizkia (716-687 BC). Nubuat Mikha sebagian besar mencerminkan keadaan Yehuda semasa pemerintahan Yotam dan Ahas sebelum pembaruan religius yang dilakukan di bawah pemerintahan raja Hizkia. Pelayanan Mikha (bersama dengan Yesaya) ikut berperan membawa kebangunan rohani dan pembaruan di bawah raja Hizkia yang saleh.
Seperti Amos, Mikha adalah petani dari keluarga sederhana di daerah pedesaan di bagian selatan Yehuda. Ia berasal dari kota kecil Moresyet-Gat (1:14), sekitar 40 kilometer Barat Daya Yerusalem. Rekan Mikha, yaitu Yesaya, adalah keturunan bangsawan dan dipercaya oleh para raja dan bangsawan. Kejahatan dan penyelewengan para pemimpin yang korup, nabi-nabi palsu, imam-imam yang fasik, para pedagang yang tidak jujur, serta hakim yang menerima suap di Yerusalem dan Samaria membuat Mikha mengecam keras penindasan dan kesewenangan penguasa terhadap rakyat kecil. Bersama Yesaya, kitab Mikha berisi dua tema utama, yaitu penghakiman Ilahi dan pembaharuan pengharapan dari Allah.
Mikha menulis untuk memperingatkan bangsanya akan kepastian hukuman Ilahi karena dosa-dosa mereka membangkitkan kemarahan Allah. Kejatuhan Israel pada tahun 722 BC merupakan peringatan keras kepada Yehuda akan akhir yang sama bila mereka tetap tinggal dalam dosa dan pemberontakan mereka. Kitab Mikha merupakan berita peringatan yang serius bagi angkatan terakhir Yehuda sebelum orang Babel datang menyerbu. Kitab Mikha juga memberi sumbangan penting bagi nubuat tentang Mesias yang akan datang (pasal 5).
Secara ringkas, struktur Kitab Mikha adalah sebagai berikut: (a) pasal 1-3 mencatat celaan Tuhan terhadap dosa-dosa Israel dan Yehuda serta penghukuman yang akan menimpa mereka; (b) pasal 4-5 berkaitan dengan pengharapan dan penghiburan bagi kaum sisa, khususnya yang dicirikan dengan berdirinya Rumah Allah; dan (c) pasal 6-7 berisi gugatan Allah terhadap Israel dalam sebuah persidangan dan diakhiri dengan kasih karunia pengampunan Allah. Kitab ini ditutup dengan permainan kata dari arti nama Nabi Mikha sendiri, “Siapakah Allah seperti Engkau...?” (7:18). Tidak ada Allah lain selain Yahweh, hanya Dialah Allah yang penuh kasih sayang dan dapat memberikan keputusan terakhir bahwa yang bersalah telah “diampuni” (7:18-20). [J]
Rabu, 5 November 2014
Bacaan Alkitab hari ini: Mikha 1-2
Hukuman Ilahi adalah salah satu tema utama pesan nubuatan Nabi Mikha. Israel dan Yehuda akan dihukum karena dosa dan pelanggaran mereka, yaitu penyembahan berhala dan kenajisan (1:7), kejahatan, penindasan, ketidakadilan sosial (2:1-2). Nabi Mikha menggambarkan dosa-dosa yang dilakukan di kedua ibu kota (1:5) sebagai perwakilan dosa yang dilakukan oleh seluruh bangsa. Dosa dan kejahatan telah merasuk dalam tatanan hidup umat Allah. Karena itu, Allah perlu memperbaiki kelakukan dan panggilan Israel lewat kehadiran suara kenabian yang berani menyatakan kebenaran.
Nubuat Mikha tentang kehancuran Samaria (1:6) digenapi tidak lama sesudah nubuat itu disampaikan, yaitu pada tahun 722 BC saat pasukan Asyur datang dan memusnahkan kota itu (2 Raja-raja 17:1-6). Penghakiman Allah terjadi karena Israel mengingkari kesetiaan dan ketaatan mereka kepada Tuhan (2 Raj. 17:7-20). Mikha menegaskan bahwa umat Allah tidak dapat berpaling dari Tuhan tanpa menderita konsekuensi yang serius. Penghukuman Allah bukanlah pembalasan. Penghukuman Allah adalah pendisiplinan Allah terhadap umat-Nya untuk membawa mereka kembali pada jalan yang benar. Allah yang membenci dosa, adalah Allah yang penuh kasih. Di tengah penghukuman-Nya, janji pemulihan dinyatakan bagi mereka yang berbalik kepada-Nya (Mikha 2:12-13).
Dosa adalah hal serius di mata Tuhan. Namun, kepekaan dan kesadaran akan dosa tidaklah mudah. Kita condong melakukan rasionalisasi atau pembenaran atas tindakan kita yang salah. Karena itu, firman Allah diberikan sebagai pedoman. Firman Allah tidak hanya berisi penghiburan dan dorongan, tetapi juga berisi teguran dan peringatan. Karena itu, mari kita belajar mendengarkan apa yang Allah ingin sampaikan lewat firman-Nya, meskipun itu keras dan sulit untuk diterima. [J]
Yohanes 17:17
“Kuduskanlah mereka dalam kebenaran;
firman-Mu adalah kebenaran.”