Perjalanan hidup Daud penuh dengan penderitaan. Baik sebelum dia menjadi raja Israel, setelah menjadi raja Israel, sampai dipaksa turun takhta dari kudeta yang dilakukan oleh Absalom. Salah satunya adalah saat Raja Saul tidak berhenti mengejar dan berupaya mencelakai Daud. Ini berakibat Daud harus menghindar dari Raja Saul. Dalam kondisi seperti itu, Daud tidak membenci Saul. Sebaliknya, dia menjaga dirinya agar tetap berkenan pada TUHAN. Oleh karena itu, dalam doanya, Daud berkata kiranya TUHAN memberikan kepadanya penguasaan diri dalam berkata-kata (141:3), hati yang tidak condong pada yang jahat (141:4), keterbukaan untuk ditegur oleh orang benar saat melakukan kesalahan (141:5). Daud memohon perlindungan TUHAN agar hidupnya senantiasa berkenan kepada-Nya saat menghadapi serangan orang jahat yang tidak memedulikan kehendak Allah (141:9-10).
Permohonan doa Daud mengingatkan bahwa lebih penting memperbaiki diri sendiri dibandingkan sibuk dengan rencana membalas dendam kepada orang yang berbuat jahat terhadap diri kita. Orientasi hidup Daud adalah hidup berkenan pada TUHAN. Hal ini terlihat jelas saat dia tidak mau memakai kesempatan untuk membunuh Raja Saul. Saat Raja Saul dan Yonatan--anaknya--gugur di medan perang pun, Daud berkabung atas kematian mereka. Daud bisa bersikap seperti itu karena ia mengizinkan TUHAN menguasai hidupnya.
Dalam kehidupan ini, terkadang kita harus berhadapan dengan orang yang membenci kita dan membuat kita menderita. Bagaimana kita bersikap saat menjumpai situasi seperti itu? Apakah Anda bersedia mendoakan orang yang telah menyakiti diri kita? Secara manusiawi, wajar bila kita membenci orang seperti itu dan mungkin kita ingin agar orang itu menerima hukuman. Namun, Allah menghendaki agar Anda meniru sikap Daud terhadap orang-orang yang telah menyakitinya. Berdoalah agar Tuhan menguasai hati dan perkataan kita, sehingga kita siap menerima teguran saat kita melakukan kesalahan. Berdoa untuk orang yang telah berbuat jahat terhadap diri kita itu adalah cara Tuhan agar kita bisa mengobati diri sendiri di hadapan-Nya dan kita bisa mengampuni serta tidak dikuasai oleh kebencian. Mengampuni dan menghilangkan kebencian itu tidak mudah dilakukan. Kita memerlukan anugerah dan belas kasihan Tuhan agar bisa berlapang hati untuk mengampuni orang yang bersalah terhadap diri kita.