Konflik yang terjadi di antara mempelai pria dan mempelai wanita (5:2-6) telah dapat diselesaikan. Meskipun konflik itu terutama disebabkan oleh mempelai wanita, mempelai pria bersedia menerima kembali kekasihnya, bahkan ia mengungkapkan perasaan cinta dan pujiannya (6:4). Dengan bahasa puitis, mempelai pria menyampaikan perasaannya (6:5). Cinta sang mempelai pria yang begitu besar tersirat lewat pujian terhadap fisik sang mempelai wanita, sehingga sang mempelai wanita dinilai sebagai paling berharga daripada semua wanita lain (6:6-9). Relasi yang telah pulih itu dipertegas dengan ungkapan tentang keindahan dan kehangatan (6:10-11). Sang mempelai pria sadar bahwa ia memiliki hasrat yang besar untuk selalu berada dalam relasi yang intim dengan sang mempelai wanita (6:12-13). Walaupun mempelai pria itu pada awalnya dilukai oleh sang mempelai wanita, sang mempelai pria itu akhirnya kembali menerima sang mempelai wanita dan tetap mencintainya. Sikap sang mempelai pria itu membuat sang mempelai wanita menjadi orang yang berbahagia, seperti diakui oleh perempuan-perempuan lain di sekitarnya (6:9).
Puisi dalam perikop yang kita baca hari ini menyatakan kerelaan sang mempelai pria utuk memaafkan dan menerima sang mempelai wanita. Tindakan mempelai pria ini sesuai dengan pesan Rasul Paulus agar suami mengasihi istri seperti Kristus mengasihi jemaat (Efesus 5:25). Manusia telah memberontak kepada Allah, tetapi Allah yang maha kasih rela mengorbankan putra tunggal-Nya--Yesus Kristus--untuk mati di kayu salib demi memulihkan relasi antara manusia dengan diri-Nya sendiri. Selain itu, Matius 18:23-27 mengungkapkan belas kasihan Allah kepada manusia, sehingga sikap serupa semestinya kita praktikkan kepada orang lain yang menyakiti hati kita (Matius 18:28-35). "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Matius 5:44) adalah perintah yang harus diterapkan dalam kehidupan setiap murid Kristus.
Setiap murid Kristus adalah saksi bagi pengampunan dosa di dalam nama Yesus Kristus (Lukas 24:47). Akan tetapi, mungkin kita telah disakiti oleh orang lain, entah keluarga, sahabat, teman, atau siapa saja dalam hidup ini. Bila Anda telah disakiti, maukah Anda mengampuni orang itu dengan harapan agar dia ikut menerima kebahagiaan sejati yang hanya tersedia melalui pengampunan di dalam Kristus?