Setiap orang pasti pernah menemui pilihan yang sulit. Pilihan itu biasanya menyangkut keegoisan, kepentingan orang banyak, dan kehendak TUHAN. Pilihan yang kita hadapi itu bisa kita anggap sebagai ujian dalam kehidupan. Kita diuji apakah kita hanya mementingkan diri kita sendiri atau kita memperhatikan kepentingan orang lain dan juga memperhatikan keinginan Allah. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Yakub bertemu dengan pilihan yang sulit: Dia tidak mau melepaskan Benyamin untuk ikut pergi ke Mesir karena perjalanan itu bisa membahayakan Benyamin. Akan tetapi, kondisi persediaan makanan yang menipis membuat Yakub tidak memiliki pilihan yang lebih baik. Akhirnya, dia melepaskan keegoisannya dan merelakan Benyamin pergi demi kepentingan seluruh keluarga. Yehuda--yang semula tampak tidak bertanggung jawab terhadap Tamar, menantu sekaligus istrinya--berubah sikap dan menjadi pahlawan. Dia menjamin keselamatan Benyamin, adiknya, agar Yakub rela melepas kepergian Benyamin. Yusuf--yang memiliki alasan kuat dan kemampuan untuk membalas kejahatan yang dilakukan saudara-saudaranya terhadap dirinya--sadar bahwa Allah telah membuat kejahatan yang menimpa dirinya menjadi sarana untuk mendatangkan kebaikan bagi dirinya dan bagi seluruh keluarganya. Oleh karena itu, ia memilih untuk memaafkan saudara-saudaranya serta membalas kejahatan dengan kebaikan.
Ada berbagai keadaan yang terjadi di sekitar kita yang menuntut kita untuk mengambil keputusan. Keputusan yang hendak kita ambil tentu saja harus mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan diri kita. Akan tetapi, kita juga mempertimbangkan kondisi dan keperluan orang lain, khususnya orang-orang di sekitar kita. Kita juga perlu menyadari bahwa Allah menghendaki agar kita mengasihi sesama. Mengasihi sesama berarti memikirkan kebutuhan sesama serta berusaha menolong mereka yang perlu bantuan. Tidak mungkin kita bisa membantu semua orang yang memerlukan bantuan. Oleh karena itu, kewajiban kita adalah membantu sesuai dengan kemampuan kita. Ingatlah bahwa Allah menghendaki agar kita mengabdikan hidup kita untuk melaksanakan kehendak-Nya. Berdasarkan uraian ini, jelas bahwa kita mencela Yakub yang terlalu mementingkan keperluan dan perasaannya sendiri, tetapi kita menghargai Yehuda yang memperjuangkan kepentingan bersama dengan kesediaan mengorbankan dirinya sendiri. Kita juga menghargai Yusuf yang tidak berniat membalas kejahatan saudara-saudaranya karena dia mengingat rencana Allah melalui dirinya. Bagaimana dengan Anda: Apakah Anda menjalani hidup dengan memperhatikan kepentingan orang lain dan juga dengan memperhatikan rencana Allah bagi kehidupan Anda?