Dalam bacaan Alkitab hari ini, kita akan membaca tentang kurban sajian. Kurban sajian dipersembahkan kepada Allah sebagai wujud ucapan syukur umat Israel kepada Allah. Kurban sajian dapat berupa tepung (2:1) atau roti bundar tidak beragi (2:4). Menarik untuk diperhatikan bahwa Allah meminta umat Israel untuk mempersembahkan tepung terbaik, karena harga tepung yang murah itu terjangkau oleh semua kalangan. Allah tidak membebani umat Israel yang miskin dengan persembahan yang mahal, melainkan hanya menuntut tepung terbaik. Tepung terbaik didapatkan dengan mengolah bulir gandum. Perlu usaha dan perhatian ekstra untuk bisa mendapatkan tepung terbaik. Pada zaman itu, orang masih mengerjakan segala sesuatu secara manual, sehingga upaya lebih besar harus dikeluarkan untuk mendapat tepung terbaik. Demikian juga dengan roti bundar. Pemberi persembahan harus membuat roti dengan perhatian ekstra atau dengan penuh pengabdian. Melalui persembahan kurban sajian, Allah mengajar umat Israel tentang pelayanan kepada Allah. Bukan harga tepung atau roti yang diperhatikan Allah, melainkan cara dan proses pembuatan yang menjadi perhatian Allah (2:8). Hal ini merupakan pelajaran penting bagi kita. Ingatlah bahwa yang diperhatikan Allah bukanlah hasil, melainkan cara kita melakukannya. Meskipun kita berhasil melakukan sesuatu, bila prestasi itu kita capai dengan cara yang tidak berkenan kepada Allah, hasil sebagus apa pun tidak akan berkenan kepada Allah.
Selanjutnya, Allah memerintahkan agar kurban sajian tidak mengandung ragi atau madu (2:11). Ragi memiliki konotasi negatif dalam Alkitab, yaitu lambang bagi ajaran orang Farisi yang penuh kemunafikan (lihat Matius 16:6-12) dan lambang untuk dosa (1 Korintus 5:6-9). Ragi, meskipun membuat adonan mengembang, memiliki efek seperti dosa yang segera merusak banyak hal. Madu tidak diperbolehkan karena madu biasa dipersembahkan kepada ilah-ilah orang kafir pada zaman itu. Ragi membuat adonan menjadi asam dan madu membuat adonan menjadi manis. Namun, Allah ingin agar adonan itu dipersembahkan sebagaimana adanya. Membuat adonan menjadi lebih nikmat adalah keinginan manusia, sedangkan Allah menginginkan persembahan yang murni--tanpa motif tersembunyi--sehingga Ia memerintahkan penambahan garam pada kurban sajian (Imamat 2:13). Garam merupakan lambang perjanjian orang Israel dengan Allah karena garam bersifat murni--bukan campuran--dan mengawetkan. Garam itu berharga! Perjanjian orang Israel dengan Allah harus dijaga kemurnian dan kelangsungannya, serta dihargai dengan sebaik-baiknya. Apa yang telah Anda lakukan sebagai ungkapan rasa syukur Anda kepada Allah?