Allah memerintahkan Harun dan anak-anaknya--juga imam-imam selanjutnya--untuk memakan kurban penghapus dosa di tempat yang kudus, di pelataraan kemah pertemuan (6:26). Kelihatannya, sejak kematian Nadab dan Abihu, Harun dan anak-anaknya yang tersisa tidak memakan apa yang seharusnya mereka makan sesuai dengan perintah Allah kepada mereka. Tidak mengherankan bila Musa marah dan bertanya kepada Eleazar dan Itamar, mengapa mereka tidak memakan kambing jantan kurban penghapus dosa (10:16-18). Harun kemudian menjelaskan alasan yang membuat ia dan anak-anaknya tidak memakan bagian dari persembahan kurban penghapus dosa. Alasannya adalah karena kematian dari Nadab dan Abihu (10:19). Meskipun Harun dan kedua anaknya yang tersisa tidak boleh menangisi atau berduka atas kematian Nadab dan Abihu, namun berpuasa di hari kematian anak-anaknya masih sesuatu yang diizinkan. Di sini jelas terlihat kemurahan Allah. Ia bukan Allah yang semena-mena!
Hal yang tidak kalah penting dalam bacaan Alkitab hari ini adalah tentang tujuan Allah memerintahkan Harun dan anak-anaknya untuk memakan bagian dari kurban penebus dosa. Musa berkata, "...supaya kamu mengangkut kesalahan umat itu dan mengadakan pendamaian bagi mereka di hadapan TUHAN?" (10:17). Apa maksud ayat ini? Ayat ini berarti bahwa imam yang melayani umat yang mempersembahkan kurban penghapus dosa harus ikut merasakan dosa itu. Ia harus menyatu dengan umat yang berdosa saat membakar kurban dan memakan bagian dari kurban itu. Membakar kurban terasa mudah, namun memakan kurban penghapus dosa dan turut mengambil bagian bersama dengan umat yang berdosa tidaklah mudah tanpa kerendahhatian. Seorang Imam harus menyadari bahwa ia tidak lebih baik dari umat yang datang memohon pengampunan dosa. Yesus Kristus--Imam Besar kita--rela menyamakan Diri-Nya dengan manusia yang hina melalui kelahiran, kehidupan, dan kematian-Nya. Ia datang untuk mencari orang berdosa. Ia bergaul dengan orang berdosa, dan Ia mengangkut dosa kita lewat kematian-Nya di Golgota. Yesus Kristus adalah Teladan kita sebagai Pelayan yang dipercaya oleh Allah. Orang percaya--apa lagi para pemimpin rohani--tidak boleh menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain. Sayangnya, kenyataannya tidak demikian. Orang Kristen--terutama para pemimpin rohani--banyak yang merasa lebih baik daripada orang lain dan cenderung bersifat menghakimi, sehingga tidak memiliki belas kasihan dan empati. Allah menghendaki agar kita membawa orang ke dalam pertobatan melalui kasih, bukan melalui penghakiman dan kesemena-menaan. Apakah Anda memiliki hati yang penuh belas kasihan terhadap orang lain?