Salam sejahtera dalam kasih Kristus.
Selamat Tahun Baru! Tanpa terasa, selama kurang lebih setahun, kita telah menjalani masa kenormalan yang baru. Pandemi telah berakhir, tetapi dampak pandemi tetap terasa. Kebiasaan bertatap muka sudah diizinkan kembali, tetapi sebagian orang masih dikuasai oleh keragu-raguan dan kecurigaan. Sistem ekonomi non-tunai mulai menggantikan sistem ekonomi dengan uang tunai, tetapi masih dengan setengah hati. Bagi sebagian besar penduduk, kesulitan beradaptasi membuat kondisi ekonomi pasca pandemi terasa lebih sulit daripada kondisi ekonomi sebelum pandemi. Beberapa jenis usaha seperti percetakan mengalami kesulitan serius. Untuk kita di Indonesia, perkembangan situasi politik menjelang pemilu juga menambah kegalauan dan kekhawatiran. Sekalipun demikian, keyakinan umat Tuhan adalah, "Kita tahu bahwa Dia turut bekerja dalam segala sesuatu demi kebaikan orang-orang yang mengasihi Allah, yaitu mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana-Nya." (Roma 8: 28).
Pada edisi ini, setelah mengikuti renungan tahun baru yang memberikan dorongan agar kita memercayai Allah, kita akan merenungkan Surat Roma, Surat 1 Korintus, dan sebagian Injil Markus. Surat Roma mengungkapkan kerinduan Rasul Paulus untuk mengunjungi jemaat di kota Roma serta menyampaikan harapan agar jemaat bersatu dengan mengajar mereka tentang kehidupan Kristen yang sejati, yaitu hidup berdasarkan Injil. Surat 1 Korintus membahas berbagai macam persoalan yang terdapat dalam kehidupan berjemaat di kota Korintus. Dalam surat ini, Rasul Paulus dengan sangat serius mengonfrontasi dosa dan kesalahan yang terjadi dalam gereja. Injil Markus adalah kitab Injil yang paling pendek. Kitab ini ditulis untuk orang berlatar belakang Romawi yang kurang mengenal budaya Yahudi. Oleh karena itu, penulis Injil Markus sering memberikan penjelasan tentang budaya orang Yahudi yang tidak diperlukan oleh pembaca berlatar belakang Yahudi.
Kami bersyukur atas anugerah Tuhan yang memungkinkan GeMA tetap bisa diterbitkan sampai edisi ini. Kami berterima kasih kepada para penulis dan para penerjemah yang telah bersusah payah mempersiapkan GeMA edisi ini. Kami berharap bahwa pembaca GeMA bisa terus bertekun dalam pembacaan Kitab Suci dan memperoleh berkat berupa dorongan dan pencerahan untuk bisa menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Kami juga berharap agar para pembaca tetap setia mendukung kami dalam doa.
Tahun yang baru datang tanpa bisa ditunda. Ia selalu datang tepat waktu. Mungkin kita masih ingin menikmati suasana Natal dan perayaannya. Mungkin pula kita tidak ingin memasuki tahun yang baru karena banyak kenangan indah di tahun 2023, sedangkan tantangan di tahun 2024 mulai terbayang. Usia kita makin bertambah, sedangkan kondisi bangsa dan negara kita di tahun 2024 ini pasti akan berbeda dibandingkan tahun yang baru saja berlalu.
Mungkin, ada di antara kita yang berangan-angan tentang kehidupan yang hanya berisi pengalaman yang indah dan menyenangkan, tanpa tangis, tanpa rasa sakit, dan tanpa duka cita. Sayang, khayalan semacam itu bertentangan dengan kenyataan. Alkitab mengungkapkan dengan jelas tentang hidup manusia. Ada saat bahagia, misalnya karena kelahiran seorang bayi, tetapi--di waktu bersamaan, di tempat dan konteks yang berbeda--ada air mata yang bercucuran karena seseorang kehilangan orang yang dikasihi. Ada orang yang bergembira karena menyaksikan kesembuhan orang yang ia kenal, tetapi--pada saat yang sama di tempat lain--ada tindak kejahatan yang menyebabkan hilangnya nyawa melalui suatu tindakan kejam. Bukankah perang masih berkecamuk di berbagai tempat? Kebahagiaan di suatu tempat seperti diimbangi dengan jerit tangis yang disertai dentuman bom dan desingan peluru di tempat lain.
Manusia berada di antara dua pengalaman hidup yang kontras. Ada yang menyenangkan serta membahagiakan, dan ada yang menyengsarakan serta menyedihkan. Dalam situasi seperti itu, manusia memerlukan harapan. Pengharapan kita adalah bahwa Allah yang berdaulat akan membuat semuanya menjadi indah pada waktu yang tepat. Sebagai tandanya, Allah memberikan kekekalan kepada manusia (3:11). Meskipun demikian, hikmat dari sang Pengkhotbah seolah-olah menampar kita dengan keras saat ia menyatakan bahwa manusia tidak dapat memahami kehendak Allah (3:11). Pengharapan yang mulai tumbuh seolah-olah dengan cepat dibanting ke tanah, diinjak-injak, dan dibuang begitu saja. Benarkah hidup ini menjadi tidak ada gunanya dan tidak bernilai sama sekali? Tidak! Pengharapan akan selalu ada bila kita tetap memandang Allah. Manusia tetap dapat menikmati hidup meskipun hidup ini tidak sepenuhnya dapat dimengerti dan diprediksi, bahkan ada kalanya manusia tidak berdaya. Dalam segala jerih payahnya, manusia dapat menikmati kebahagiaan yang merupakan pemberian Allah (3:13). Allah itu berdaulat (3:15). Segala peristiwa dalam kehidupan menjadi tantangan bagi kita untuk tetap percaya kepada-Nya (3:14). pakah Anda tetap memercayai Allah dalam segala situasi? [Emanuel Cahyanto Wibisono]