Seksualitas atau hasrat seksual merupakan sesuatu yang normal atau alami yang diberikan Tuhan kepada kita. Selain menjadi sarana bagi Tuhan untuk menggenapi kehendak-Nya agar manusia memenuhi bumi (Kejadian 1:28), hubungan seks dalam pernikahan adalah sarana yang Tuhan berikan untuk memuaskan hasrat seksual secara benar dan memperkuat pasangan dalam melawan godaan seksualitas. Pasangan suami istri bertanggung jawab untuk saling menjaga satu sama lain, sehingga mereka harus berusaha untuk saling memenuhi kebutuhan seksual satu sama lain.
Di satu sisi, jemaat Korintus bergumul dengan amoralitas budaya di sekitar mereka berupa praktik seks bebas. Di sisi lain, ada filsuf (ahli pikir) Yunani yang menolak seks dan pernikahan sama sekali. Pemikiran ini membuat orang Kristen di Korintus bertanya-tanya apa yang harus mereka lakukan karena cukup banyak orang yang berpikir bahwa seks itu salah, sehingga sebagian pasangan yang sudah bertunangan memutuskan untuk tidak menikah. Jadi, mereka mengajukan beberapa pertanyaan kepada Rasul Paulus, "Karena seks itu menyimpang, bukankah kita juga harus berpantang dalam pernikahan?" Selain itu, orang percaya yang sangat berhati-hati terhadap kudusnya pernikahan juga bertanya, "Jika pasangan saya belum diselamatkan, haruskah saya bercerai?" Oleh karena itu, perlu bagi Rasul Paulus untuk mengajar pasangan yang ingin menikah agar tidak memadamkan dorongan seksual normal mereka dengan menghindari pernikahan. Namun, hal ini tidak berarti bahwa orang yang sulit mengendalikan diri harus menikah dengan orang pertama yang mereka lihat!
Secara rohani, tubuh kita menjadi milik Tuhan saat kita menjadi orang percaya. Mengapa? Karena Tuhan Yesus telah membeli kita dengan harga yang sangat mahal--yaitu darah-Nya sendiri--untuk melepaskan kita dari hutang dosa yang tidak mungkin dapat kita lunasi. Namun, secara jasmani, tubuh kita juga merupakan milik pasangan kita. Mengapa? Karena Allah sendirilah yang merancang pernikahan sedemikian rupa sehingga melalui persatuan suami-istri, keduanya menjadi satu daging (Kejadian 2:24). Meskipun demikian, tekanan/godaan seksual bukanlah motif terbaik untuk membina suatu pernikahan. Berilah tempat yg utama kepada Tuhan dalam menentukan pasangan hidup sesuai dengan waktu dan rencana-Nya. Jangan biarkan perasaan menjadi penentu terbesar dalam menentukan pasangan hidup Anda. Jika Tuhan berkehendak, lebih baik menghadapi tekanan nafsu daripada menghadapi pernikahan yang tidak berkenan kepada Tuhan.