Mengenali dosa dan memilih untuk hidup berdasarkan kebenaran tidaklah mudah! Banyak orang muda yang terseret oleh cara pikir dunia yang bertentangan dengan kehendak Allah, sehingga mereka tanpa sadar telah mengikuti jalan yang menyesatkan. Penolakan terhadap kebenaran yang bersifat mutlak berdasarkan firman Allah membuat banyak orang memandang kebenaran sebagai bersifat relatif. Sebagai contoh, hubungan seksual yang menyimpang dianggap benar oleh mereka yang tidak mau diikat oleh norma kewajaran dan memandang apa pun boleh dilakukan asal dilandasi oleh "kasih" yang disamakan dengan kesenangan yang bersifat egois. Keyakinan terhadap kebenaran yang bersifat relatif membuat sebagian orang membenarkan diri saat melakukan korupsi agar bisa memfasilitasi kehidupan yang mewah bagi orang-orang yang mereka sayangi. Perlu diingat bahwa kebenaran sejati tidak bersifat relatif. Kebenaran sejati harus dilandasi oleh kehendak Allah yang diungkapkan di dalam firman-Nya. Oleh karena itu, Roh Kudus-lah yang bisa menginsafkan kita akan kebenaran!
Dalam bacaan Alkitab hari ini, terdapat kisah tentang pasangan suami istri bernama Ananias dan Safira yang sepakat untuk menjual sebidang tanah, lalu mempersembahkan sebagian hasil penjualan tanah itu kepada Allah. Tindakan mempersembahkan sebagian hasil penjualan tanah kepada Allah itu merupakan sesuatu yang baik. Sayangnya, tindakan yang baik itu dilandasi oleh motif yang salah, yaitu motif pamer. Mereka hanya mempersembahkan sebagian penjualan tanah, tetapi ingin dilihat sebagai orang yang mempersembahkan seluruh hasil penjualan tanah. Tindakan mempersembahkan itu tidak salah, tetapi tindakan pamer itu telah mencuri kemuliaan Allah, sehingga tindakan mereka itu disebut sebagai mendustai Allah atau mendustai Roh Kudus dan dijatuhi hukuman mati oleh Allah agar tidak mencemarkan kemuliaan Allah! Dalam pandangan manusia pada umumnya, tindakan Ananias dan Safira itu mengagumkan. Akan tetapi, dalam pandangan Allah, tindakan mereka itu menjijikkan! Manusia hanya bisa melihat apa yang bisa dilihat oleh mata, tetapi Tuhan melihat isi hati. Manusia bisa ditipu oleh kebenaran yang hanya penampakan luar, tetapi Roh Kudus menyelidiki kebenaran kita sampai ke dalam hati. Standar manusia hanya berdasarkan apa yang terlihat oleh mata, tetapi standar Allah didasarkan pada kualitas yang memancar dari dalam hati. Apakah Anda sudah membiasakan diri untuk memeriksa isi hati Anda saat Anda memutuskan untuk melakukan sesuatu? Apakah Anda sudah membiasakan diri untuk memegang firman Allah sebagai standar kebenaran?