Catatan mengenai peperangan bangsa Israel melawan bangsa-bangsa di Kanaan berakhir di pasal 11. Pasal 12-16 membahas tentang pembagian Tanah Kanaan. Di akhir pasal 16, dicatat bahwa ada orang Kanaan yang tidak dimusnahkan, yaitu mereka yang tinggal di Gezer, wilayah yang diduduki oleh suku Efraim (16:10).
Dalam hukum perang--yang diberikan Allah melalui Musa--tercatat bahwa mereka yang ingin berdamai dengan bangsa Israel dan membuka pintu gerbang kota harus mengabdi kepada bangsa Israel dan melakukan kerja paksa, sedangkan semua penduduk laki-laki--di kota yang tidak mau berdamai--harus dibunuh (Ulangan 20:11-13). Di pasal 9, orang Gibeon membuat ikatan perjanjian dengan bangsa Israel, sehingga mereka tidak dimusnahkan. Akan tetapi, mereka harus bersedia menjadi hamba, tukang belah kayu dan tukang timba air bagi umat Israel dan untuk mezbah Tuhan (9:19-27). Dalam bacaan Alkitab hari ini, dicatat bahwa ada orang Kanaan yang tidak dimusnahkan, yaitu mereka yang tinggal di Gezer, wilayah yang diduduki suku Efraim (16:10), namun tidak ada penjelasan mengapa mereka tidak dimusnahkan. Yang ada hanya penegasan bahwa mereka masih hidup sebagai pekerja paksa (Yosua 16:10; Hakim-hakim 1:29).
Di pasal 11, hanya orang Gibeon yang bersedia berdamai dengan bangsa Israel sedangkan bangsa-bangsa lain tidak mau berdamai karena Allah telah mengeraskan hati mereka (11:20). Orang Kanaan yang tinggal di Gezer pun kemungkinan tidak mau berdamai dengan orang Israel. Namun, setelah mereka kalah, mereka dijadikan pekerja paksa, padahal seharusnya mereka dimusnahkan. Jarak dari Gezer ke Gibeon sangat dekat, hanya sekitar 28 Km. Kemungkinan, ketika orang Efraim melihat bahwa orang Gibeon yang dijadikan pekerja paksa membuat pekerjaan bangsa Israel menjadi lebih ringan, suku Efraim tergiur untuk menjadikan penduduk Gezer sebagai pekerja paksa agar kehidupan mereka semakin nyaman. Namun, hal itu tidak sesuai dengan kehendak TUHAN yang ingin memusnahkan bangsa Kanaan agar mereka tidak menjadi jerat bagi bangsa Israel di masa mendatang.
Kita semua tentu ingin hidup lebih mudah dan nyaman. Namun, kita perlu mempertimbangkan dengan berhati-hati apakah kemudahan dan kenyamanan itu sesuai atau bertentangan dengan kehendak Tuhan. Bila hal itu bertentangan dengan kehendak Tuhan, keinginan itu haruslah kita tinggalkan supaya tidak menjadi jerat bagi kita. Apakah yang menjadi zona nyaman Anda saat ini? Apakah zona nyaman tersebut sesuai dengan kehendak Allah?