Ada lima puluh tujuh negara yang akan menggelar pemilu pada tahun 2024. Pemilu tahun ini melibatkan sekitar 49% populasi di dunia. Setiap calon yang akan dipilih dalam pemilu pasti ingin menang dan berkuasa dengan semangat melayani rakyat. Oleh karena itu, segala upaya dilakukan, termasuk memasang spanduk serta iklan, berkampanye, dan menyiapkan logistik. Seluruh upaya ini dilakukan untuk meraih kemenangan, sehingga sang calon bisa mendapatkan kekuasaan dan bisa memerintah orang lain. Kondisi semacam ini lumrah terjadi.
Apakah ada orang yang berjuang bagi sesama tanpa berniat untuk meraih kekuasaan atas orang lain? Tentu saja ada! Akan tetapi, tidak banyak orang yang bersikap seperti itu. Salah seorang yang seperti itu adalah Gideon. Gideon memimpin tiga ratus anggota pasukannya untuk mengejar dan mengalahkan para lawannya, yaitu bangsa Midian. Kemenangan besar diraih oleh Gideon. Dengan semua pencapaiannya, sangat wajar bila orang Israel memberikan posisi sebagai pemimpin atau penguasa atas orang Israel kepada Gideon dan keturunannya. Akan tetapi, tawaran tersebut ditolak oleh Gideon. Pada masa Gideon, bangsa Israel tidak memiliki raja. Akan tetapi, kekuasaan yang akan diberikan pada Gideon mirip seperti kekuasaan seorang raja. Kekuasaan itu bukan hanya berlaku untuk dirinya, tetapi juga untuk keturunannya. Gideon menolak kekuasaan atas umat Israel untuk dirinya maupun keturunannya. Ia menegaskan bahwa yang layak memerintah atas umat Israel adalah TUHAN (8:23). Sikap Gideon ini tepat! Pemimpin utama umat Israel adalah TUHAN, sehingga Dialah yang layak untuk memerintah dan umat Israel wajib tunduk dan menaati perintah TUHAN.
TUHAN bisa memakai seseorang untuk mengerjakan dan menyelesaikan suatu tugas tertentu tanpa posisi atau jabatan. Akan tetapi, Tuhan juga bisa memakai seseorang untuk menjadi pemimpin yang tunduk pada kekuasaan Tuhan. Seseorang yang dipercaya oleh Tuhan untuk menjadi pemimpin perlu menyadari bahwa kemampuan yang ia miliki merupakan pemberian Tuhan. Setelah menyelesaikan tugasnya, ia harus menyadari bahwa ia berhasil bukan karena kemampuan dirinya, tetapi karena Tuhan memampukan. Saat mengemban posisi struktural, ia harus menyadari bahwa Tuhan adalah Pemimpin yang sesungguhnya, sehingga harus terus bersandar kepada Tuhan saat mengambil keputusan atau melaksanakan tindakan. Saat meraih keberhasilan, ia harus terus memuliakan Tuhan. Apakah melalui keberhasilan yang Anda raih, Anda sudah memuliakan Tuhan?