Mazmur Sebagai Cermin Jiwa
Kitab Mazmur adalah kitab yang sangat kaya isinya. Seorang teolog bernama Athanasius mengatakan bahwa kitab Mazmur mewakili seluruh isi Alkitab. Martin Luther juga menyebut kitab Mazmur sebagai Alkitab kecil dan ringkasan Perjanjian Lama. Sebenarnya, apa yang diungkapkan oleh Athanasius dan Luther tentang kitab Mazmur itu tidak berlebihan. Dalam kitab Mazmur, kita menemukan Allah sebagai Pencipta, Penebus, Pelindung, Penopang, Pemelihara, Pemimpin, dan masih banyak lagi. Dalam kitab Mazmur yang kaya dengan metafora dan perbandingan (simile), kita menemukan bahwa Allah adalah Gembala, Raja, Pejuang, Bapa, Ibu, Guru, Hakim, dan seterusnya. Kitab Mazmur juga banyak berbicara tentang Kristus dan banyak dikutip oleh penulis kitab Perjanjian Baru. Kekayaan kitab Mazmur masih ditambah dengan adanya pujian dan penyembahan di dalamnya. Sampai sekarang, ayat-ayat dalam kitab Mazmur masih dipakai untuk liturgi dan ibadah. Kitab Mazmur berisi pujian, sekaligus mengajarkan doktrin-doktrin yang penting bagi iman Kristen. Kitab Mazmur adalah karya sastra. Banyak doa, ratapan, dan ajaran hikmat dalam kitab Mazmur yang bergenre puisi. Puisi dalam kitab Mazmur memiliki makna yang sangat mendalam dan juga indah untuk dinikmati.
John Calvin menyebut kitab Mazmur sebagai cermin bagi Jiwa. Calvin mengatakan bahwa kitab Mazmur adalah anatomi bagi semua bagian jiwa kita. Kitab Mazmur menjadi cermin bagi emosi jiwa manusia. Kitab Mazmur tidak hanya berisi pujian dan doktrin, tetapi juga mengungkapkan emosi manusia yang tidak dapat kita abaikan dalam kehidupan sehari-hari. Masalah emosi ini menambah kekayaan kitab Mazmur. Ketika membaca kitab Mazmur dan merenungkannya, kita dapat turut merasakan apa yang dirasakan oleh penulisnya, apa lagi kalau kita mengalami hal yang sama dengan pergumulan pemazmur. Ketika membaca kitab Mazmur, kita mendapatkan penghiburan yang besar saat kita melihat bahwa pemazmur juga mengalami perasaan berduka, kecewa, sedih, takut, sama seperti yang kita alami. Kita dikuatkan oleh kata-kata pemazmur karena sering kali ratapan yang ditulis oleh pemazmur disertai keyakinan bahwa Allah akan menolong dan membela dia. Ratapan juga sering ditutup dengan kesaksian atas perbuatan Allah yang ajaib, yang mengubah ratapan menjadi pujian. Ketika membaca kitab Mazmur, kita diyakinkan bahwa ratapan kita akan berubah menjadi pujian. [GI Wirawaty Yaputri]
Ibadah Sebagai Anugerah
Sabtu, 21 September 2024
Bacaan Alkitab hari ini:
Mazmur 42
Bagaimana pandangan Anda tentang Ibadah hari Minggu? Apakah Anda antusias beribadah ataukah Ibadah terasa sebagai beban? Apakah Anda beribadah hanya karena ada tugas pelayanan atau Anda bersukacita setiap kali beribadah kepada Tuhan? Mazmur 42 mengungkapkan kerinduan pemazmur terhadap hadirat Allah (42:2-3). Kerinduan ini bukan sekadar kerinduan biasa, namun mencakup kehausan yang dalam di hati pemazmur. Kehausan pemazmur menyerupai kehausan rusa yang sengsara dan merana karena tidak mendapat air. Mengapa pemazmur sedemikian rindu terhadap hadirat Allah? Ia sangat rindu karena ia tidak bisa beribadah kepada Allah! Ia menangis siang malam karena sepanjang hari orang berkata kepadanya, "Di mana Allahmu?" (42:4) Ia terus-menerus berkabung di bawah tekanan musuh (42:10-11). Kemungkinan, konteks mazmur ini adalah ketika orang Israel sedang mengalami pembuangan. Mereka dibuang ke negeri asing, sehingga mereka tidak dapat pergi beribadah kepada Allah di Yerusalem. Mereka mengalami ejekan dan penghinaan dari musuh karena mereka dianggap telah ditinggalkan oleh Allah. Pertanyaan, "Di mana Allahmu?" adalah pertanyaan ejekan kepada orang Israel. Orang-orang seakan-akan bertanya, "Di mana Allah yang dulu menyelamatkan kalian? Di mana Allah yang dulu melakukan perbuatan-perbuatan besar di tengah kalian? Ia telah meninggalkan kalian! Kalian adalah orang-orang yang tidak berdaya! Kalian sudah kalah dan malu!"
Di tengah kondisi tidak berdaya dan tidak dapat beribadah ke Yerusalem karena berada di pembuangan, pemazmur tidak menjadi kecewa dan meninggalkan iman kepada Allah. Ia mengungkapkan pengakuan iman yang teguh kepada Allah (42:5). Meskipun jiwanya gundah gulana, ia mengingat masa lalu saat ia memimpin umat datang beribadah ke rumah Allah. Tampaknya, ia adalah pemimpin pujian dari bani Korah (42:1). Ia meminta agar jiwanya tidak tertekan dan gelisah, melainkan tetap berharap kepada Allah, karena Allah adalah Penolongnya (42:6,12). Anugerah Allah di masa lalu adalah kekuatan untuk berharap kepada Allah di masa depan. Pemazmur percaya bahwa Allah akan menolong dan mendengarkan doa-doanya. Oleh karena itu, ia tetap setia berdoa kepada Allah dengan menaikkan pujian kepada-Nya (42:9).
Apakah Anda menyadari bahwa kesempatan beribadah dan melayani Tuhan adalah anugerah Allah? Mungkin, ada waktu saat kita tidak dapat beribadah kepada Allah dengan leluasa seperti saat terjadi pandemi Covid 19. Apakah Anda memiliki tekad untuk setia beribadah dan Anda bersukacita karena masih bisa beribadah?