Bagaimana Anda dapat memperbaiki hubungan yang semula dekat dengan seseorang atau kelompok tertentu, tetapi kemudian timbul luka karena ada seorang pengacau? Bacaan Alkitab hari ini mengajarkan kepada kita tentang bagaimana Rasul Paulus yang hatinya susah berupaya memperbaiki hubungan yang terluka—dengan jemaat di Korintus yang ia kasihi—karena ada pengacau yang berupaya memperburuk hubungan sang rasul dengan jemaat di sana.
Di awal suratnya, Rasul Paulus menyatakan bahwa hidupnya di dunia—dan secara khusus hubungannya dengan jemaat di Korintus—dikuasai oleh "ketulusan dan kemurnian dari Allah, bukan oleh hikmat duniawi". Kata "kemurnian" (1:12) memiliki makna "sesuatu yang dapat ditembus oleh cahaya matahari." Hal ini menunjukkan bahwa ketulusan hati yang diberikan Allah dapat diuji secara terbuka, sehingga pada hari Tuhan Yesus—yaitu saat Kristus datang untuk memerintah dan menghakimi umat manusia—baik sang Rasul maupun jemaat Korintus oleh anugerah Allah dapat bermegah karena ketulusan hati.
Ketulusan dan kemurnian hati Rasul Paulus dinyatakan dalam perubahan rencana kedatangannya ke Korintus. Perubahan ini bukan karena ketidaktulusan atau keserampangan—bersamaan terdapat "ya" dan "tidak"—sang rasul. Sebagai rasul Kristus Yesus, Paulus meneladani Tuhan Yesus yang selalu "ya" di dalam janji Allah. Semua janji Allah adalah "ya" untuk umat-Nya karena Allah telah memeteraikan tanda milik-Nya atas umatnya dengan memberikan Roh Kudus sebagai jaminan dari semua yang telah Ia sediakan. Rasul Paulus pernah berencana untuk mengunjungi mereka, supaya mereka bisa menerima kasih karunia "dua kali", yaitu: Pertama, kunjungan kepada mereka dari Makedonia (1 Korintus 16:5). Kedua, ketika Paulus meneruskan perjalanannya dari Korintus ke Makedonia, dan dari Makedonia kembali lagi kepada mereka (2 Korintus 1:16).
Namun, rencana kunjungan Paulus berubah. Ia mendadak mengunjungi jemaat di Korintus sesudah mendapat berita yang kurang baik tentang keadaan mereka. Kunjungan ini mendatangkan dukacita karena sang rasul berhadapan dengan pengacau itu, sehingga Paulus mendadak meninggalkan Korintus. Oleh sebab itu, Paulus memutuskan untuk tidak datang lagi kepada mereka dalam dukacita untuk menyayangkan mereka. Sebaliknya, ia menulis surat kepada mereka (2:3-4, surat ketiga yang sudah hilang) dengan hati yang sangat susah dan dengan mencucurkan banyak air mata, bukan supaya mereka bersedih, tetapi supaya mereka tahu kasih dan ketulusan sang rasul kepada mereka. Memang, akhirnya surat itu menghasilkan pertobatan dalam jemaat Korintus (7:8-12).