SHukum yang paling utama dalam kekristenan adalah hukum kasih! Kita harus mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, dan dengan segenap hati, serta mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri (Matius 22:37-39). Secara khusus, Tuhan Yesus menegaskan bahwa murid-murid-Nya harus hidup saling mengasihi dengan kasih Kristus sebagai standar (Yohanes 13:34-35) Kasih harus menjadi motif bagi setiap tindakan kita, baik sebagai individu maupun sebagai komunitas (gereja). Motif mengasihi akan membuat kita bertindak dengan antusias, bukan tidak peduli atau diam saja. Allah mengasihi manusia berdosa. Oleh karena itu, Allah mengutus Anak-Nya yang tunggal—Tuhan Yesus Kristus—untuk datang ke dunia guna menyelamatkan manusia berdosa dengan mati di kayu salib. Kasih Allah itulah yang membuat orang percaya yang sudah menerima kasih-Nya bersedia berkorban membagikan kasih yang telah ia terima kepada orang lain. Oleh karena itu, reformasi yang harus dilakukan oleh orang percaya sebagai individu maupun oleh gereja sebagai komunitas harus dimotivasi oleh kasih, bukan oleh kebencian atau oleh keinginan menjadi lebih dihargai atau menjadi lebih dihormati.
Kita hidup dalam dunia yang terus berubah. Oleh karena itu, kita harus menyesuaikan diri dengan perubahan, tetapi kita tidak boleh larut dalam perubahan itu. Orang Kristen sebagai individu maupun gereja sebagai komunitas harus terus mereformasi diri untuk menjawab tantangan zaman yang terus berubah. Akan tetapi, kita harus waspada agar motif kita dalam mereformasi diri adalah untuk mengungkapkan kasih kepada Allah dan kepada sesama, terutama kepada saudara seiman (bandingkan dengan Galatia 6:9-10).
Reformasi harus bersifat membangun, bukan meruntuhkan. Reformasi harus menyatukan, bukan memecah belah. Reformasi harus membangun ketertiban, bukan menimbulkan kekacauan. Reformasi harus menghasilkan damai sejahtera, bukan membuat resah. Reformasi harus bersifat memperbaiki, bukan merusak. Sayangnya, terjadinya reformasi sering didorong oleh motif yang keliru seperti menyombongkan diri, membalas perlakuan yang dianggap tidak adil, bahkan kadang-kadang didorong oleh motif keinginan berkuasa. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi bahwa reformasi justru menghasilkan kekacauan, konflik, dan sakit hati. Bila Anda sebagai pribadi atau gereja sebagai komunitas hendak mereformasi diri, pertama-tama Anda harus memeriksa motif Anda: Apakah reformasi yang Anda atau komunitas Anda perjuangkan benar-benar dilandasi oleh kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama?