Belajar dari Kesalahan Orang Lain
Anda pasti pernah mendengar pepatah, "Pengalaman adalah guru yang terbaik. Jangan jatuh ke lubang yang sama dua kali: Petiklah hikmat dari setiap kejadian yang Anda alami." Pepatah itu benar! Akan tetapi, kita juga dapat belajar dari kesalahan orang lain, supaya kita tidak melakukan kesalahan yang sama. Bercermin dari kesalahan orang lain bisa mencegah kita melakukan kesalahan yang sama. Dalam Surat Galatia, kita bisa belajar dari dua kesalahan:
Pertama, kita bisa belajar dari kesalahan jemaat Galatia. Kesalahan utama jemaat adalah mengikuti injil lain yang sebenarnya bukan Injil. Guru-guru palsu telah mengacau dan memutarbalikkan Injil Kristus (1:6-7). Mereka mengajarkan bahwa agar seseorang bisa diselamatkan, percaya kepada Kristus saja tidak cukup, melainkan harus ditambah dengan menerima sunat dan melakukan hukum Taurat (6:12, 15). Ajaran itu menyesatkan! Ajaran itu bukan Injil, tetapi ajaran sesat! Rasul Paulus berusaha meluruskan kesesatan tersebut dengan mengatakan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat, karena "Orang benar akan hidup oleh iman" (3:11).
Kedua, kita bisa belajar dari kesalahan Rasul Petrus. Walaupun ia adalah seorang rasul Yesus Kristus dan merupakan pilar gereja dalam gereja mula-mula, ia pernah berbuat salah. Bahkan, secara terbuka, Rasul Paulus berkata, "ia salah" (2:11). Semula, Rasul Petrus dapat bergaul dan makan sehidangan dengan orang-orang non-Yahudi. Akan tetapi, saat kalangan Yakobus dari Yerusalem datang ke Antiokhia, ia menjadi takut dan berubah sikap. Ia menghindar dan menjauhi orang-orang non-Yahudi. Perbuatannya itu membuat "orang-orang Yahudi yang lain pun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka." (2:13). Untuk mencegah munculnya korban berikutnya, Rasul Paulus menegur Rasul Petrus secara terbuka karena perbuatan membeda-bedakan orang dan takut kepada manusia itu tidak sesuai dengan Injil. Teguran itu menginsafkan Rasul Petrus. Hubungan mereka pun akhirnya pulih kembali (bandingkan dengan perkataan Rasul Petrus dalam 2 Petrus 3:15).
Tidak ada orang yang kebal terhadap kesalahan! Setiap orang bisa berbuat salah! Dengan kerendahhatian dan hikmat dari Tuhan, kita bisa belajar dari kesalahan orang lain agar kita terhindar dari melakukan kesalahan yang sama, sehingga kita terhindar dari kerugian yang bisa menyangkut perasaan, pikiran, materi, dan waktu. Marilah kita menjadi semakin bijaksana! [Souw]
Awas Ada Injil Palsu!
Senin, 18 November 2024
Bacaan Alkitab hari ini:
Galatia 1:1-10
Pernahkah Anda membeli barang palsu? Membeli barang palsu pasti membuat Anda kecewa karena kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Secara materi, Anda rugi karena Anda membayar lebih mahal dari yang seharusnya, dan kualitas barang itu pasti di bawah standar. Sadarilah bahwa yang bisa dipalsukan bukan hanya barang. Injil pun bisa dipalsukan. Injil adalah kabar baik tentang hidup kekal di dalam Kristus. Memercayai Injil palsu akan membuat kita kehilangan kesempatan untuk mendapat hidup yang kekal.
Tujuan utama Rasul Paulus menulis surat kepada jemaat Galatia adalah untuk memberi peringatan keras kepada mereka karena mereka sangat cepat berpaling dari Injil yang benar kepada Injil yang palsu (1:6). Rasul Paulus menulis ayat 6-10 secara emosional. Hal itu tampak dari pemakaian kata "aku heran" yang menunjukkan adanya rasa kesal atas apa yang terjadi pada jemaat Galatia. Selain itu, kata "terkutuklah" yang muncul dua kali (1:8-9) menggambarkan adanya perasaan marah. Dalam surat ini, kita tidak menemukan ungkapan rasa syukur. Dalam surat-surat Rasul Paulus yang lain, setelah menuliskan nama pengirim, penerima surat, dan salam pembuka, biasanya langsung ada ucapan syukur. Dalam surat ini, Rasul Paulus seolah-olah beranggapan bahwa tidak ada waktu untuk membahas sopan santun seperti itu. Ia merasa perlu untuk langsung membicarakan inti persoalan karena mereka sedang menghadapi bahaya yang besar, sehingga sopan santun dan basa basi tidak diperlukan. Ia sadar bahwa mereka sedang berhadapan dengan ajaran sesat yang ia sebut sebagai "injil lain" (1:6) atau "injil yang berbeda" dengan Injil yang diberitakan oleh Rasul Paulus (1:8-9). Ajaran sesat itu berkaitan dengan agama Yahudi. Di Galatia, ada kelompok orang-orang Yahudi Kristen yang mencampuradukkan Injil dengan agama lama mereka. Mereka berpendapat bahwa percaya kepada Tuhan Yesus saja tidak cukup untuk memperoleh keselamatan. Oleh karena itu, mereka memaksa orang Kristen bukan Yahudi untuk mengikuti adat istiadat Yahudi, antara lain adalah bahwa orang percaya harus disunat sebagai syarat untuk memperoleh keselamatan.
Kebodohan dan kebebalan secara rohani jemaat Galatia (3:1,3) hendaknya menjadi peringatan bagi kita. Memercayai injil palsu—teologi kemakmuran, pewahyuan baru, dan sebagainya—bisa menimbulkan akibat serius, yaitu kehilangan Allah yang benar. Injil yang benar bersifat Teosentris, yaitu dari Allah, oleh Allah, dan kepada Allah. Apakah Anda sedang berusaha memanfaatkan Allah untuk menggapai tujuan hidup Anda atau Anda berusaha memakai kehidupan Anda untuk menggenapi tujuan Allah?