Kehidupan dan kondisi politik Kerajaan Israel makin mundur selama masa pemerintahan Omri (16:21-28) dan Ahab (16:29-34). Hal ini tidak terlepas dari masalah spiritual yang sudah jauh dari perkenan TUHAN. Kehancuran moral ini sebenarnya tidak dimulai dari Omri dan Ahab, tetapi merupakan akumulasi—atau penimbunan—kegagalan raja-raja sebelumnya dalam mematuhi perintah TUHAN. Kegagalan itu memuncak di bawah pemerintahan Ahab. Kesediaan Ahab untuk berkompromi dan menyembah Baal setelah menikah dengan Izebel menunjukkan bahaya asimilasi—atau peleburan—budaya. Saat Ahab mengadopsi nilai dan praktik keagamaan bangsa-bangsa di sekitarnya, keputusan itu berdampak besar, yaitu identitas bangsa Israel yang unik sebagai umat pilihan TUHAN menjadi terancam dan mengalami krisis.
Selanjutnya, pada masa pemerintahan Ahab, seorang bernama Hiel dari Betel membangun kembali kota Yerikho (16:34). Yerikho adalah kota yang pernah dihancurkan oleh Yosua, dan penghancuran itu merupakan simbol kemenangan Allah atas musuh-musuh Israel. Oleh karena itu, pembangunan kembali kota ini merupakan tanda pemberontakan Israel terhadap Tuhan yang sangat serius. Pembangunan ini bukan hanya sekadar pembangunan fisik kota, tetapi merupakan pernyataan bahwa bangsa Israel telah melupakan kutukan yang pernah diucapkan oleh Yosua: "Terkutuklah di hadapan TUHAN orang yang berupaya membangun kembali kota Yerikho ini: Dengan nyawa anak sulungnya ia akan meletakkan dasar kota itu dan dengan nyawa anak bungsunya ia akan memasang pintu gerbangnya!" (Yosua 6:26b). Peristiwa ini mengajarkan bahwa dosa yang dilakukan Hiel bukan sekadar suatu kebetulan, melainkan merupakan bukti nyata bahwa Israel tengah mengalami amnesia rohani, yaitu krisis identitas sebagai bangsa dan (terutama) sebagai umat pilihan Tuhan.
Meskipun Omri dan Ahab, tampak kuat secara politik, mereka gagal secara rohani dalam menjalani dan membela kebenaran firman Tuhan. Akibatnya, bangsa Israel mengalami krisis identitas. Sebagai orang Kristen, kita juga dapat jatuh ke dalam perangkap yang sama jika kita tidak menjadikan Kristus sebagai pusat hidup kita. Oleh karena itu, mari kita tolak godaan dunia, berdiri teguh dalam iman kepada Kristus, serta selalu siap menghadapi kesulitan serta penolakan demi membela kebenaran. Apakah Anda sadar bahwa Anda melayani Raja yang layak menerima kesetiaan dan pengabdian Anda, dan bahwa hanya di dalam Kristus kita menemukan identitas sejati kita sebagai anak-anak Allah?