Meski panglima perangnya disembuhkan oleh nabi di Israel (pasal 5), raja Aram tidak segan untuk memerangi bangsa Israel. Pasukan Benhadad—raja Aram—mengepung ibukota Samaria dan membuat semakin hari, makanan semakin langka, bahkan sampai mengakibatkan bencana kelaparan yang hebat. Penduduk Samaria menjadi sangat putus asa sampai berpikir untuk melakukan praktik kanibalisme (6:28-29).
Kita melihat kesabaran dan kerendahhatian Nabi Elisa yang terus menjalankan peran sebagai nabi Allah serta menolong bangsa dan raja kerajaan Utara yang terus menolak Allah. Saat menghadapi situasi krisis makanan, Nabi Elisa menjanjikan pertolongan Tuhan yang tampak mustahil, yaitu dalam dua puluh empat jam, tragedi kelaparan akan berubah menjadi kelimpahan makanan. Tak mengherankan bila sang perwira—yaitu ajudan raja—melontarkan ejekan yang dilandasi oleh ketidakpercayaan, "Sekalipun TUHAN membuat tingkap-tingkap di langit, bagaimana mungkin hal itu terjadi?" (7:2). Sesungguhnya, perwira ini bukan meragukan kemauan Allah, tetapi meremehkan kemampuan Allah! Itulah sikap menantang Allah yang berakibat sangat buruk!
Selanjutnya, Allah kembali melakukan mukjizat. Allah membuat pasukan Aram mendengar bunyi-bunyi—seperti ada pasukan besar—yang membuat mereka melarikan diri begitu saja dari perkemahannya serta meninggalkan segala harta dan makanan mereka yang berlimpah (7:6-7). Empat orang kusta dipakai Tuhan untuk menjadi pembawa kabar tentang mukjizat ini kepada penduduk Samaria (7:3-4, 8-10). Mukjizat ini menunjukkan bahwa perkataan atau nubuat nabi Elisa benar-benar terjadi: dalam satu hari: Makanan kembali berlimpah dengan harga yang sangat murah (7:18). Kemalangan menimpa sang perwira ajudan raja yang akhirnya mati terinjak-injak kerumunan orang saat penduduk Samaria bersukaria menikmati pertolongan Tuhan, tepat seperti yang dinubuatkan oleh Nabi Elisa (7:2,17).
Ada tiga macam respons dalam menyikapi janji maupun kuasa pemeliharaan Allah di pasal ini, yaitu perwira ajudan raja menantang Tuhan, Raja Yoram meragukan Tuhan (12-15), dan empat orang kusta memberitakan kabar baik tentang pertolongan Tuhan. Dari tiga respons tersebut, menantang Tuhan adalah respons paling buruk karena meragukan kemampuan Allah yang Maha Kuasa dan berdaulat atas alam semesta. Bagaimana sikap Anda dalam merespons janji Allah? Saat bencana atau tragedi menimpa bangsa kita—dan saat keadaan Anda belum berubah, biasanya, bagaimana Anda bersikap: Apakah Anda tetap menghargai kedaulatan Allah? Apakah Anda meragukan kedaulatan Allah? Apakah Anda tidak percaya dan menantang Allah?