Bacaan Alkitab hari ini: 2 Tawarikh 21:2-22:6
Bagi para penguasa zaman dulu, pernikahan bersifat politis. Maksudnya, pernikahan dimaksudkan untuk membentuk hubungan politis. Oleh karena itu, bila Raja Yosafat tidak berniat membina hubungan politis dengan Raja Ahab, Yoram (putra Raja Yosafat) tidak akan menikah dengan putri Ahab (Raja Israel Utara). Hubungan yang tidak seimbang itu (Lihat renungan 2 Tawarikh 18) mengakibatkan dampak yang mengerikan, yaitu bahwa Raja Yoram tidak mengikuti pola hidup ayahnya yang saleh, melainkan mengikuti tingkah laku keluarga Ahab yang jahat (21:6). Tentu tidak terbayang dalam pikiran Raja Yosafat bahwa Yoram akan membunuh semua saudaranya (21:4) untuk mengokohkan kekuasaannya. Jelas bahwa tindakan biadab seperti ini adalah hasil pengaruh istri Raja Yoram yang telah terbiasa melihat kekejaman ibunya-Izebel-yang berasal dari keluarga bangsa kafir (Kejahatan Izebel dan pengaruhnya terhadap suaminya bisa dibaca dalam 1 Raja-raja 16:29-21:26).
Kisah pengaruh istri kafir dalam kehidupan raja-raja Yehuda ini membekas dalam diri umat Allah di pembuangan. Oleh karena itu, saat mereka kembali dari pembuangan di kemudian hari, mereka sangat sensitif terhadap pernikahan dengan pasangan kafir. Hal ini terlihat jelas pada masa kepemimpinan Imam Ezra yang memandang masalah perkawinan dengan pasangan kafir sebagai masalah yang amat serius, sehingga Imam Ezra meminta agar kesungguhan pertobatan umat Yehuda diwujudkan dengan mengusir semua istri yang berasal dari bangsa kafir (Ezra 9-10). Pada zaman Perjanjian Baru, sikap yang dianjurkan oleh Rasul Paulus tidak sekeras Imam Ezra (1 Korintus 7:12-16). Sekalipun demikian, jelas bahwa Rasul Paulus melarang pernikahan dengan pasangan tidak seiman yang disengaja (2 Korintus 6:14). [P]
2 Tawarikh 21:6
"Ia hidup menurut kelakuan raja-raja Israel seperti yang dilakukan keluarga Ahab, sebab yang menjadi isterinya adalah anak Ahab. Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN."