Banyak orang berpikir bahwa bila Allah memilih seseorang untuk Dia pakai sebagai alat-Nya, yang Allah pilih pastilah orang yang baik, bahkan yang kebaikannya sempurna. Akan tetapi, Alkitab secara jelas menunjukkan bahwa pemilihan Allah sama sekali
tidak tergantung pada kebaikan manusia. Sejak Yakub masih berada di dalam kandungan, Allah telah memilih Yakub dan Allah telah mengemukakan pilihannya itu kepada Ishak, ayah Yakub(25:23). Walaupun Yakub telah menipu ayahnya agar dia bisa menerima berkat (pasal 27), tindakan menipu itu tidak membatalkan pilihan Allah. Usaha Esau untuk merebut hati kedua orang tuanya juga tidak bisa membatalkan pilihan Allah. Pikirkanlah: Bila Pemilihan Allah untuk menentukan orang yang hendak Dia pakai sebagai alat-Nya tidak tergantung dari kondisi manusia, bersediakah Anda menyambut dengan respons positif bila Allah hendak memakai diri
Anda menjadi alat di tangan-Nya?
Karena Allah memilih orang yang hendak Dia pakai sebagai alatnya tanpa menunggu orang itu menjadi sempurna, maka apa yang dilakukan oleh seorang seperti Yakub tidak selalu bisa dikatakan sebagai teladan bagi kita. Misalnya, penipuan yang dilakukan oleh Yakub tidak berarti bahwa tindakan menipu itu dibenarkan oleh Allah. Hal Yakub pergi ke Haran (27:43) atau ke Padan-Aram (28:2) itu dari sudut pandang Ishak adalah untuk “mengamankan” Yakub (agar tidak menikah dengan perempuan Kanaan, 28:1-4), tetapi dari sudut pandang Ribka adalah melarikan diri dari ancaman Esau (27:41-45). Jelaslah bahwa Yakub harus menanggung konsekuensi dari tindakannya menipu ayahnya. Bila Allah memilih Anda untuk menjadi alat di tangan-Nya, ingatlah bahwa Anda tetap bisa menerima konsekuensi dari kesalahan yang pernah Anda lakukan! [P]
Sebab Ia berfirman kepada Musa: "Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah.
-Roma 9:15-16-