Bolehkah jemaat berbahasa roh dalam pertemuan jemaat (persekutuan atau kebaktian)? Pertanyaan dari jemaat Korintus ini juga menjadi isu yang hangat dalam kehidupan bergereja masa kini. Jawaban Paulus mengandung dua prinsip yang menjadi panduan praktik berbahasa roh dalam pertemuan jemaat. Prinsip pertama berkaitan dengan manfaat bahasa roh (dan karunia rohani secara umum): boleh berbahasa roh asal digunakan untuk membangun jemaat (14:12, 26). Supaya dapat membangun jemaat, bahasa roh yang diucapkan harus dapat dimengerti oleh seluruh jemaat yang hadir (14:5-6, 9, 16-17). Untuk itu, bahasa roh dalam pertemuan jemaat harus diterjemahkan (14:13, 27). Sebaliknya, bahasa roh dalam pertemuan jemaat yang tidak diterjemahkan adalah sia-sia (14:9), bahkan bisa disalahpahami sebagai perkataan orang gila (14:23). Pada masa kini, prinsip ini sudah diabaikan sejumlah kalangan yang bukan hanya tidak menerjemahkan bahasa roh dalam pertemuan umum, sebaliknya mereka justru membanggakan bahasa roh yang sama sekali tidak dimengerti tersebut, padahal semua itu adalah sia-sia. Menurut Anda, mengapa hal ini bisa terjadi?
Prinsip kedua berkaitan dengan kesopanan dan ketertiban umum (14:40). Dalam pertemuan jemaat, hanya dua atau tiga orang yang diizinkan berbahasa roh, seorang demi seorang (14:27), itupun dengan syarat ada yang menerjemahkan. Jika tidak ada yang menerjemahkan, jemaat disuruh berdiam diri dalam pertemuan tersebut (14:28). Hari ini, tidak sulit bagi kita untuk menemukan pertemuan jemaat dengan puluhan atau ratusan, bahkan ribuan orang berbahasa roh secara bersamaan tanpa diterjemahkan. Bagaimana penilaian Anda terhadap praktik bahasa roh seperti itu? [TF]
"Kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih dari pada itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun Jemaat. Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur." 1 Korintus 14:12, 40