Dalam hubungan dengan sesama, inti tuntutan Allah adalah bahwa kita harus senantiasa mengambil inisiatif untuk mendahului melakukan terhadap orang lain apa yang kita ingin agar orang lain lakukan terhadap diri kita (Matius 7:12a). Hal ini berarti bahwa kita harus selalu mengambil inisiatif untuk melakukan kebaikan terhadap orang lain, tak peduli apakah orang itu bisa membalas kebaikan kita atau tidak. Tuntutan Allah ini merupakan pedoman umum yang akan menolong kita menentukan sikap terhadap sesama. Misalnya, sama seperti kita tidak senang bila dihakimi (apalagi bila dihakimi secara keliru), demikian pula kita tidak boleh menghakimi orang lain (7:1-4). Larangan menghakimi ini bukan berarti bahwa kita sama sekali tidak boleh mengingatkan orang lain akan kesalahannya, tetapi berarti bahwa kita harus berhati-hati agar tidak keliru menasihati (7:3-5), dan sikap kita harus bersahabat (bukan seperti hakim yang hendak menjatuhkan hukuman).
Dalam hubungan dengan Allah, inti tuntutan Allah adalah bahwa kita harus mempraktikkan iman dalam wujud perbuatan nyata. Praktik iman merupakan standar apakah seseorang adalah nabi palsu atau pengikut Mesias yang sejati (7:15-20). Oleh karena itu, kita tidak boleh membiarkan diri kita terpesona oleh kemampuan seseorang berbicara. Ingatlah bahwa iman kita tidak ada artinya bila kita tidak menaati Allah. Iman baru menjadi kokoh bila dipraktikkan dalam kehidupan (7:21-27). Apakah Anda pernah berjumpa dengan orang yang kata-katanya amat mempesona, tetapi ternyata perbuatannya bertentangan dengan apa yang dikatakannya? Bagaimana dengan Anda: Apakah perbuatan Anda sesuai dengan perkataan Anda? [P]
"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." Matius 7:12