Tuhan Yesus menginginkan agar murid-muridnya memiliki komitmen (tekad, kesungguhan, penyerahan diri) di dalam mengikuti Dia. Adanya komitmen akan membuat seseorang berani mengambil risiko. Waktu seorang kaya datang dan bertanya kepada Tuhan Yesus tentang apa yang harus dilakukan untuk memperoleh hidup kekal, Tuhan Yesus meminta orang itu untuk menjual segala miliknya, lalu membagi-bagikan harta tersebut kepada orang-orang miskin. Permintaan tersebut membuat orang kaya itu sedih karena dia lebih mementingkan harta duniawi ketimbang hidup kekal. Dengan perkataan lain, bila kita menginginkan berkat dari Kerajaan Allah, kita harus rela melepaskan kesenangan yang ditawarkan oleh dunia ini.
Tuntutan komitmen itu juga dikenakan oleh Tuhan Yesus pada setiap pernikahan. Dalam Ulangan 24:1, disebutkan bahwa seorang istri boleh diceraikan bila ia melakukan sesuatu yang tidak senonoh. Bagi orang Farisi, yang dimaksud dengan perbuatan tidak senonoh itu bisa perbuatan apa saja yang dianggap tidak menyenangkan suami. Bagi Tuhan Yesus, satusatunya alasan perceraian yang diizinkan adalah perzinahan. Seorang istri tidak boleh diceraikan hanya untuk memenuhi keegoisan sang suami. Pria dan wanita yang telah berani mengambil keputusan untuk menikah harus mempertahankan semua risiko yang muncul dari pernikahan tersebut. Pernikahan tidak boleh menjadi ajang uji coba melainkan harus dipertimbangkan masak-masak sebelum dijalani.
Apakah relasi Anda dengan Tuhan dan dengan pasangan hidup Anda dilandasi komitmen? Apakah Anda berani menghadapi setiap tantangan yang mengganggu relasi tersebut? [P]
Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempur na, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Matius 19:21