Secara umum, Tanah Kanaan yang merupakan Tanah Perjanjian itu dibagi-bagi berdasarkan suku-suku Israel, dan pelaksanaannya dibagi sampai ke ahli waris. Karena perempuan yang sudah menikah akan ikut suami, maka yang mendapat warisan hanyalah anak lakilaki supaya warisan keluarga tidak berpindah ke keluarga lain. Akan tetapi, muncul masalah di keluarga Zelafehad yang semua anaknya perempuan (pasal 27). Bila anak perempuan tidak boleh menjadi ahli waris, siapa ahli waris Zelafehad? Akhirnya, Musa memutuskan bahwa anak-anak perempuan Zelafehad boleh menjadi ahli waris, tetapi mereka anak perempuan yang sudah menjadi ahli waris tidak boleh menikah dengan pria dari suku lain agar tanah warisan tidak ikut pindah ke suku lain. Kisah keluarga Zelafehad ini menunjukkan peraturan Allah itu tidak kaku, tetapi disesuaikan dengan konteks yang dihadapi. Sekalipun demikian, fleksibilitas ini diawasi secara ketat agar aturan main bersama tidak menjadi kacau.
Dalam menjalani kehidupan bersama, harus ada keselarasan antara aturan yang berlaku umum dan aturan khusus yang dibuat untuk mengatasi masalah khusus. Aturan umum yang terlalu dipaksakan tanpa mempertimbangkan situasi khusus akan menimbulkan masalah. Sebaliknya, perlu kehati-hatian agar pelaksanaan aturan khusus jangan sampai merugikan kepentingan umum. Keseimbangan antara aturan umum dan aturan khusus ini perlu dipertimbangkan dalam setiap aspek kehidupan bersama. Apakah Anda bisa memberikan contoh pemberlakuan aturan umum dan aturan khusus dalam masyarakat kita, dalam pekerjaan, dalam kelompok masyarakat, bahkan dalam gereja? Ingatlah bahwa keseimbangan ini perlu agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam kehidupan bersama. [P]
"Inilah firman yang diperintahkan TUHAN mengenai anak-anak perempuan Zelafehad, bunyinya: Mereka boleh kawin dengan siapa saja yang suka kepada mereka, asal mereka kawin di lingkungan salah satu kaum dari suku ayah mereka." Bilangan 36:6